Sistem Gotong Royong
Bentuk gotong-royong / tolong-monolong dalam masyarakat Bolaang-Mongondow yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu :
- Pogogutat dan Potolu adi’
- Tonggolipu’
- Posad (mokidulu) dan Mododuluan (desa Abak)
Sejak dahulu tujuan kehidupan bergotong-royong ini tetap sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda.1) Seperti :
- Pogogutat dan Potolu adi’Pogogutat berasal dari kata utat yang berarti : saudara (kandung, sepupu).Potolu adi’ asal kata : Tolu adi’ (motolu adi’) yang berarti : ayah, ibu dan anak-anak (tolu = tiga, adi’= anak). Potolu adi’ : lebih bersifat kekeluargaan. Contoh pogogutat: bila ada keluarga yang hedak mengadakan pesta pernikahan anak, maka sesudah didapatkan kesepakatan tentang waktu pelaksanaanya, disampaikanlah hasrat tersebut kepada sanak keluarga, bahkan kepada seluruh anggota masyarakat dalam satu desa. Dua atau tiga hari sebelum pelaksanaan pernikahan, berdatanganlah kaum keluarga, tetangga, warga desa, dibawah koordinasi pemerintah, guhanga atau tua-tua adat, ketua rukun dan lain-lain membantu kelancaran pelaksanaan pesta. Kaum pria membawa bahan seperti : bambu atap rumbia, tali rotan, tali ijuk, tiang pancang bercabang dan bahan-bahan lain untuk mendirikan bangsal. Ada yang membawa gerobak berisi kayu api, tempurung, sabut kelapa dan lain-lain untuk bahan pemasak. Pada saatnya mendekati hari pernikahan, para pemuda remaja pria dan wanita datang membantu meminjam alat-alat masak, alat makan, perlengkapan meja makan, menghias bangsal, puadai, dan lain-lain. Ada yang membantu persiapan di dapur, mengolah rempah-rempah dan lain-lain. Suasana diliputi kegembiraan, tawa dan gelak terdengar. Pada saat pelaksanaan pesta nikah, para remaja dan pemuda itu membantu pelayanan kepada para tamu undangan. Kaum wanita pada sore hari menjelang malam berdatangan membawa bahan : beras, ayam, minyak kelapa, minyak tanah, rempah-rempah, gula putih, gula merah dan lain sebagainya keperluan dapur. Semua bahan yang dibawa baik oleh kaum pria ataupun oleh kaum wanita, adalah berupa sumbangan ikhlas, tanpa menuntut imbalan karena rasa kekeluargaan yang besar dan toleransi yang tinggi (unsur persatuan dan kesatuan demi kesjahteraan bersama).
- Tonggolipu’Tonggolipu’ : asal kata lipu’ yang berarti : desa, kampung, tempat kediaman. Bila ada rencana pembangunan dalam desa (sekolah, rumah ibadah, jalan, jembatan, rumah tempat tinggal dan lain-lain), maka seluruh anggota masyarakat secara serentak mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan dimaksud tanpa paksaan, tapi atas kesadaran sendiri. Kaum wanita datang membawa makanan dan minuman. Dalam kegiatan seperti itu bahan dan ramuan sudah disediakan terlebih dahulu seperti bahan bangunan dan lain lain. Bila ada anggota masyarakat yang meninggal, maka para tetangga serentak berkumpul membuat bangsal dan menyediakan tempat duduk dan membantu pekerjaan pemakaman sampai selesai. Dahulu adalah merupakan kebiasaan, keluarga datang berkunjung ke rumah duka untuk menghibur dengan mengadakan permainan tertentu seperti : monondatu, mokaotan, mokensi, monangki’, dan lain-lain. Kegiatan seperti itu diadakan mulai 7 sampai 14 malam, selama tongguluan (tempat tidur berhias) masih belum dikeluarkan. Kini acara-acara seperti itu diisi dengan kegiatan-kegiatan agama.
- Posad (mokidulu) dan Mododuluan (desa Abak)Posad atau mokidulu : Posad berarti berarti saling membantu. Umumnya posad ini sudah berbentuk organisasi. Koordinator membentuk organisasi dengan sejumlah anggota sesuai keperluan. Anggota posad mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dalam arti saling berbalasan. Bekerja membersihkan kebun bersama-sama dengan ketentuan, setiap anggota kelompok akan mendapat giliran kebunnya dibersihkan. Dalam posad biasanya ada sanksi, yaitu anggota yang tidak aktif akan dikeluarkan dari keanggotaan, beberapa ketentuan sesuai kesepakatan, misalnya : setiap anggota posad dalam melaksanakan pekerjaan ada yang membawa bekal sendiri, tapi agak berbeda dengan mokidulu (minta bantuan), seseorang minta bantuan tenaga dari sejumlah teman untuk menyelesaikan sesuatu pekerjaan, ada yang bekerja secara sukarela, ada pula yang mengharapkan untuk dibalas.
Sedangkan dalam sistem Posad terdapat perbedaan dengan sistem Mododuluan (desa Abak). Posad apabila telah selesai mengerjakan suatu pekerjaan si pengambil inisiatif merasa terikat oleh kewajiban untuk mengembalikan jasa yang diperolehnya kepada para pembantunya. Sedangkan Mododuluan setelah menyelesaikan suatu pekerjaan, para pembantu itu langsung diberi balas jasa (misalnya menyediakan makanan), sehingga si pengambil inisiatif tidak merasa terikat oleh suatu kewajiban para pembantunya tadi, karena tolong menolong berdasarkan sistem Mododuluan tidak mempunyai suatu kelompok kerja yang tetap dan tidak terikat oleh suatu perjanjian tertentu.2)
1). Seri Kebudayaan Bolaang-Mongondow (tanpa pengarang dan tahun penerbit).
2). Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Jakarta. 1983.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar